Seputar Kegiatan Masjid Nusrat Jahan - Semarang

Jumat, 04 Desember 2009

RIWAYAT BERDIRINYA MASJID JEMAAT SEMARANG

Masjid Nusrat Jahan, inilah nama masjid Jemaat Semarang. Masjid yang terletak di Jl Erlangga Raya 7 A Semarang ini resmi berdiri sejak tahun 1967. Adapun proses pembangunannya dimulai tahun 1965. Dari Almarhum Bp H Ahmad Soerjaman (yang akrab dipanggil Mbah Sur) dan Bp Drs H Sigit Hardjono, penulis memperoleh kisah berdirinya masjid Jemaat Semarang. Wawancara dengan beliau berdua dilakukan kurang lebih dua tahun yang lalu. Berikut ini kisahnya.

Pada awalnya sebelum ada masjid, anggota Jemaat Semarang terdiri dari Bp Ahmad Dimyati, Bp Ali Mukhayat, Bp Yasin Alhadi (sekarang tinggal di Salatiga), dan Bp Mubaligh Abdul Hayye. Tahun 1965, komposisi anggota berubah. Satu-satunya anggota lama yang tersisa adalah Bp Ahmad Dimyati yang akan pindah ke Manado. Anggota Jemaat Semarang saat itu adalah Bp Ahmad Soerjaman (yang baru saja pindah dari Kalimantan Selatan setelah menetap di sana 11 tahun), Bp Sigit Hardjono, Bp Tatang, dan Bp Sisman Satimin.
Waktu itu Mbah Sur menjabat sebagai Komandan Polisi Militer di Kendal. Karena tinggal di Semarang, tiap hari beliau pulang pergi Semarang–Kendal. Sebagai Komandan, beliau memperoleh fasilitas mobil dinas. Dengan mengendarai mobil dinas itu, beliau berkeliling ke berbagai daerah di Jawa Tengah dalam rangka tugas memeriksa orang-orang yang diduga terlibat PKI.
Suatu hari beliau mendatangi Ir Tio di Kantor Pemerintah Kota Semarang, untuk meminta tanah di Jl Erlangga Raya Semarang sebagai lokasi masjid Jemaat Semarang. Saat itu ABRI sangat disegani sehingga mudah saja bagi beliau untuk meminta tanah, apalagi tanah itu untuk masjid bukan untuk keperluan pribadi. Proses permintaan tanah kepada Pemkot Semarang sebetulnya sudah dimulai oleh Pak Dimyati tetapi belum selesai. Oleh Ir Tio dijawab bahwa boleh meminta tanah tetapi harus segera dibangun masjid.
Setelah mendapat respon positif tersebut, mereka berempat yaitu Bp Ahmad Soerjaman, Bp Sigit Hardjono, Bp Tatang, dan Bp Sisman Satimin mengadakan rapat di rumah Bp Dimyati. Tekad mereka sudah bulat, bisa tidak bisa masjid harus segera dibangun. Karena jika tidak, tanah itu akan diminta kembali oleh Pemkot Semarang. Apalagi mereka sudah mendapat petunjuk dari Allah swt. Yaitu, pada waktu Mbah Sur sedang shalat di rumah, dalam posisi sujud beliau melihat nur / cahaya dan mendengar suara yang memberikan perintah untuk membangun masjid, yang langsung disanggupi oleh beliau. Sedangkan Pak Sigit bermimpi melihat tumpukan pasir, lalu bertekad walaupun hanya makan krupuk masjid tetap akan dibangun.
Meskipun saat itu Mbah Sur baru sebulan tugas di Kendal, namun proses pembangunan masjid tetap dimulai. Pengorbanan mereka saat itu tak ternilai harganya. Mbah Sur sampai-sampai berkata kepada istrinya, “Mulai sekarang tidak usah tahu gaji saya, karena untuk bangun masjid.” Bu Sur, yang waktu itu menjabat sebagai Kepala SD Pendrikan Tengah, mendukung sepenuhnya tekad sang suami untuk membangun masjid.
Tanah dari Pemkot Semarang sebenarnya berukuran 20 x 30 meter, namun karena agak terlambat dibangun, ada yang dipotong tetangga sehingga ukurannya menjadi kurang dari 500 meter persegi. Tanah tersebut masih berupa rawa-rawa dan banyak ularnya maka harus diuruk tanah. Proses pengurukan berlangsung setiap hari selama sebulan. Tinggi tanah urukan mencapai 1 meter. Selama proses pembangunan masjid, mereka banyak mendapatkan kemudahan. Misalnya, pemilik truk pengangkut tanah yang teman Mbah Sur tidak mau dibayar. Beli pasir juga gratis. Batu bata bisa dibeli murah karena untuk membangun masjid, hanya 10 sen per biji. Batu bata yang dibutuhkan 10.000 biji, berasal dari Kendal.
Peletakan batu pertama dilakukan pada hari Ahad jam 9 pagi oleh Bp Saleh A Nahdi, Mbah Sur, Pak Bingan (Lurah), dan lain-lain. Tukang yang membangun masjid berasal dari Klaten, Pak Min namanya yang dibantu oleh kenek 1 orang. Mereka dan 2 anak Pak Min tidur di gubuk di lokasi calon masjid.
Tiap pagi sebelum berangkat ke kantornya di Kendal, Mbah Sur mengecek ke sana. Suatu ketika beliau didatangi warga Erlangga, yang kebanyakan etnis Tionghoa beragama Budha dan Kristen, yang ingin membantu pembangunan masjid. Dijawab oleh beliau, “Kami tidak boleh meminta-minta.” Mereka juga menanyakan apakah masjid ini untuk umum ataukah tidak. Dijelaskan oleh beliau bahwa tentu saja masjid ini boleh dipergunakan masyarakat umum. Sore harinya beliau didatangi lagi oleh mereka. “Kalau kami ingin membantu bagaimana?” tanya mereka. “Kalau ikhlas, saya terima,” demikian kata beliau.
Pertolongan dari warga sekitar tidak hanya sebatas itu saja. Pada waktu anaknya sakit, Pak Min memeriksakan ke Dr Tirto. Ternyata sang dokter tidak mau dibayar karena Pak Min adalah orang yang sedang membangun masjid. Begitu pula jika Mbah Sur membeli obat di Apotek Erlangga, yang terletak di seberang masjid, digratiskan.
Selama proses pembangunan masjid, banyak kejadian-kejadian aneh atau ajaib yang menunjukkan kekuasaan Allah swt. Salah satunya sebagai berikut. Pada waktu malam Jumat, penjaga malam di Apotek Erlangga yang bernama Pak Darmo menemui Mbah Sur. Dia cerita, semalam tidak dapat tidur karena ada 4 orang membawa gerobak mau mencuri batu bata. Karena sudah tua dan sendirian, dia tidak berani dan hanya mengintip saja. Keempat orang itu datang jam 9 malam (pada waktu itu jam 9 malam suasana sudah sepi - Penulis) dan langsung memasukkan batu bata ke gerobak mereka. Namun anehnya, tiap kali mereka mau pergi membawa gerobak yang penuh berisi batu bata, selalu saja ada orang lain di sekitar mereka sehingga mereka merasa takut dan tidak jadi membawa gerobak. Hal ini terus terjadi dari jam 11 malam sampai jam 4 pagi. Akhirnya mereka tidak jadi mencuri.
Kejadian lain, sewaktu menggali sumur mendung tebal terlihat di langit. Mbah Sur meminta Pak Sigit berdoa supaya tidak turun hujan. Alhamdulillah hujan tidak jadi turun, sehingga proses penggalian sumur dapat dilanjutkan. Rencananya sumur akan digali sedalam 5 meter, tetapi ternyata cukup 3 meter. Dan sampai sekarang belum pernah kering meskipun di musim kemarau. Berkah yang lain, masjid belum pernah kebanjiran walaupun kawasan Erlangga sering dilanda banjir.
Setelah masjid berdiri, selalu ada anggota Jemaat Semarang yang menjadi donatur utama renovasi masjid, antara lain Pak Umar Muhammad, Pak Anwar Said, Pak Arief Syafi’ie, dan Pak Edi Suryo. Tanpa mengecilkan arti sumbangsih anggota Jemaat lainnya, peran mereka berempat sangat besar dalam mempercantik dan memperkokoh masjid dan rumah misi Jemaat Semarang.
Demikian riwayat singkat berdirinya masjid Jemaat Semarang. Rencananya tahun 2009 ini masjid akan direnovasi besar-besaran. Semoga rencana ini dapat terlaksana dengan lancar tanpa ada halangan apa pun juga. Amin.(Indrarta Sunarteja)

2 komentar:

kamila-hatiku mengatakan...

Mubarak atas terbitnya isyaatsemarang.blogspot.com semoga tetap jaya.Amin.zindabad.waswrwb

Ahmad Abdul Haq mengatakan...

Bagaimana kabar Pak Yasin Alhadi? Saya dulu teman sekelas anaknya, Fadli Ismail, waktu sekolah di MTsN Salatiga (1983-1986).